![]() |
| Bambang Sukisno, warga Way Halim, Bandar Lampung |
BANDAR LAMPUNG, Saksimata - Bambang Sukisno, warga Way Halim, Bandar Lampung, kaget setelah mengetahui ada bangunan rumah di atas tanah yang dibelinya pada Tahun 2018.
Padahal, Bambang mengaku, lahan tersebut belum jadi dilakukan pembangunan olehnya semenjak dibeli dari rekannya secara cash tempo.
Bambang pun akhirnya melayangkan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), dengan pokok perkara nomor 19/G/2024/PTUN Bandar Lampung.
Setelah menjalani berbagai upaya, kasus tersebut masuk dalam persidangan yang digelar PTUN Bandar Lampung, Rabu (11/12/2024).
Bambang mengungkapkan, ia memiliki sebidang tanah dengan ukuran 15 x 20 meter persegi yang dibelinya dari rekan kerjanya atas nama Parju Putro di tahun 2016.
Adapun lokasi tanah tersebut berada di Jalan P Tirtayasa, Gang Pulau Kalimantan Rt 03, Sukabumi Bandar Lampung.
Setelah membeli sebidang tanah, Bambang kemudian membeli material, Batu, Bata dan Pasir di tahun 2018 dengan niat untuk membangun pondasi.
Namun lantaran suatu hal, Bambang menunda pembangunan di tanah yang telah dia beli, sehingga pada tahun 2024 saat dia ingin melanjutkan niatnya untuk membangun ditemukan sebuah rumah yang telah berdiri di lokasi tanahnya.
"Jadi mulanya saya membeli sebidang tanah dari rekan saya Parju Putro di tahun 2016-2018 kesepakatan kami saat itu pembayarannya cast tempo dan legalitas tanah sangat jelas ada AJB berikut surat-surat kepemilikan tanah yang diterbitkan kantor pertanahan, setelah tanah itu lunas saya taruh material berupa Batu, Bata dan Pasir untuk saya bangun pondasi tapi pada saat itu tertunda dan setelah sekian lama saya cek tanah saya ternyata sudah ada rumah yang dibangun disitu dan material yang saya beli hilang," kata Bambang Sukisno, Kamis (12/12/2024).
Dia mengaku sempat menanyakan siapa yang membangun rumah di lokasi tanahnya, menurut informasi yang dia terima, yang membangun ternyata pengusaha properti di Bandar Lampung.
"Katanya yang punya ngkoh-ngkoh yang memiliki usaha property dan rumah yang dibangun itu dibuat sebagai percontohan yang nantinya bakal di pasarkan," jelas dia.
Sontak, Bambang kaget kenapa tanah yang menjadi haknya dapat dikuasai secara sepihak oleh orang lain. Atas peristiwa tersebut, Bambang melaporkan ke pihak yang berwajib.
Namun, dalam persidangan Bambang mengaku merasa tidak memberi solusi terhadap dirinya. Namun justru dia mengindentifikasi adanya permainan dari majelis hakim dengan tergugat.
"Saya sangat kecewa kenapa hukum ini seolah-olah hanya untuk melindungi orang-orang kaya, orang-orang menengah ke bawah seperti saya ini justru seolah tidak mendapat keadilan hukum, ini tanah saya jelas riwayatnya, tapi justru diambil sepihak oleh oknum-oknum mafia tanah hukum mesti ditegakkan seadil-adilnya," tutur Bambang.
Bambang mengaku akan berjuang mengambil haknya dengan segala upaya.
"Bagaimanapun itu tanah saya hasil saya beli dengan jerih payah saya, maka akan saya perjuangkan," pungkasnya.
Sementara, Kuasa hukum Bambang Sukisno, Masayu mengatakan kekecewaannya dalam persidangan. Menurut dia, perkara dugaan tumpang tindih lahan, penggugat bakal banding dan lapor ke Komisi Yudisial (KY)
"Sidang dengan agenda putusan kasus sengketa tumpang tindih kepemilikan tanah antara Penggugat Bambang Sukisno dan Tergugat Kepala kantor ATR/BPN Kota Bandar Lampung, serta Ida Purwati sebagai tergugat II intervensi, telah digelar di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Bandar Lampung, Rabu kemarin," kata Ketua Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Sejahtera Bersama Lampung, Masayu Robianti.
"Dalam proses persidangan, putusan yang dibacakan oleh Rory Yonaldi, sebagai Ketua Majelis Hakim, bersama Gayuh Rahantyo dan Gusman Balkhan sebagai Hakim Anggota, diduga mengandung keberpihakan," sambungnya.
Masayu Robianti menilai putusan tersebut tidak mencerminkan rasa keadilan dan tampak jauh dari fakta-fakta yang terungkap di persidangan. Bahkan, bukti-bukti yang diajukan dalam persidangan seolah diabaikan, suatu hal yang sangat disayangkan.
Dalam pokok perkara, gugatan terhadap ATR/BPN Kota Bandar Lampung sebagai Tergugat dan Ida Purwati sebagai tergugat II intervensi menyebutkan beberapa sertifikat hak milik yang diterbitkan pada 9 Juli 2021 dengan rincian sebagai berikut:
1. Sertifikat Hak Milik Nomor 15793 Kelurahan Sukabumi, terbit tanggal 9 Juli 2021, luas 83 m⊃2; atas nama Ida Purwati.
2. Sertifikat Hak Milik Nomor 15794 Kelurahan Sukabumi, terbit tanggal 9 Juli 2021, luas 83 m⊃2; atas nama Ida Purwati.
3. Sertifikat Hak Milik Nomor 15795 Kelurahan Sukabumi, terbit tanggal 9 Juli 2021, luas 83 m⊃2; atas nama Ida Purwati.
4. Sertifikat Hak Milik Nomor 15796 Kelurahan Sukabumi, terbit tanggal 9 Juli 2021, luas 84 m⊃2; atas nama Ida Purwati.
5. Sertifikat Hak Milik Nomor 15797 Kelurahan Sukabumi, terbit tanggal 9 Juli 2021, luas 83 m⊃2; atas nama Ida Purwati.
Semua sertifikat tersebut berada di Jalan Pulau Kalimantan Gg. Sejahtera RT. 01 LK 3, Kelurahan Sukabumi, Kecamatan Sukabumi, Kota Bandar Lampung.
"Namun, dalam fakta persidangan, terungkap bahwa objek sengketa yang diajukan oleh Dra. Yeti Yuningsih, pemilik sebelumnya, berbeda dengan objek sengketa yang diklaim oleh Penggugat Bambang Sukisno," kata dia.
Objek yang diajukan oleh Penggugat terletak di Jalan Pulau Kalimantan Gg. Sejahtera RT. 03 LK. 1, Kelurahan Sukabumi, Kecamatan Sukabumi, Kota Bandar Lampung.
"Bukti yang diajukan oleh Tergugat menunjukkan adanya ketidaksesuaian lokasi dan perbedaan luas tanah, yakni selisih 600 meter persegi," bebernya.
Hal ini, sambungnya menjadi pokok permasalahan dalam persidangan, di mana Tergugat tidak melakukan verifikasi yang memadai terhadap perbedaan tersebut.
Bahkan, saksi dari Tergugat II Intervensi, Dra. Yeti Yuningsih, mengakui bahwa tidak ada bukti kepemilikan yang sah atas tanah seluas 600 meter persegi tersebut.
Dilanjutkan dia, pada sidang tanggal 22 November 2024, terungkap bahwa dalam proses persidangan, kuasa hukum Tergugat II Intervensi diduga melakukan koordinasi dengan Ketua Majelis Hakim, yang disertai dengan bisikan yang mencurigakan.
Kata dia, kejadian ini terjadi di ruang sidang persiapan, di mana Sidang Utama sedang digunakan untuk rapat Zoom.
Dikatakannnya, menanggapi hal tersebut, Ketua Majelis Hakim, Rory, hanya merespons dengan kalimat, "Apa... saya nggak dengar..." yang membuat kuasa hukum Penggugat merasa khawatir.
Kejadian ini, sambungnya, semakin memperkuat dugaan adanya keberpihakan dalam keputusan yang diambil.
Menurut Masayu Robianti, hal ini menandakan bahwa terdapat bias dalam pengambilan keputusan, yang tidak mencerminkan prinsip keadilan yang seharusnya diterapkan dalam persidangan. Karenanya, pihaknya akan melakukan banding.
"Karena tidak mungkin selesai di sini. Kita juga akan ke PN Tanjung Karang karena ada dua case di sini. Ke PTUN untuk Pencoretan sertifikaf dan di PN untuk perkara materil nya," kata dia.
Atas peristiwa ini pihaknya akan membawa ke Komisi Yudisial (KY) agar dapat menindak tegas Hakim yang melanggar etik dan sumpahnya.
"Beberapa kasus sebelumnya juga saya lapor ke KY dan Hakim diperiksa, agar bisa ada efek jera. Kalau ke MA juga nanti bisa kit tanyakan ke Bawas," pungkasnya.
Hingga berita ini diturunkan, Tribun Lampung masih berupaya mengonfirmasikan ke Kepala kantor ATR/BPN Kota Bandar Lampung, serta Ida Purwati sebagai para tergugat.(Red)
